Return to site

Manfaatkan limbah pisang, mahasiswa UB bikin plastik ramah lingkungan

Memanfaatkan limbah pisang menjadi plastik yang dinamakan Bioplastik Kulit Pisang | spunbond bags

broken image

Selain pati pisang, tim penelitian di bawah bimbingan Suprayogi Ph.D ini juga menambahkan c0-enzim Biotin pada bakteri tersebut.

Kata Rizki, Biotin merupakan vitamin yang larut dalam air. Penambahan ini bertujuan untuk membantu pertumbuhan mikroorganisme, sehingga jumlah bakterinya akan meningkat.

Dengan demikian, bakteri menjadi lebih aktif saat mengurai limbah plastik Polystrena secara komersil.

Lebih lanjut, hasil penelitian menyebutkan bahwa tambahan bakteri dan biotin dapat tergradasi sebesar 74,23 persen. Sedangkan bioplastik tanpa penambahan bakteri dan biotin baru, dapat terdegradasi 10 persen dalam waktu 2 bulan.

"Sehingga kami menyimpulkan penguraian bioplastik dengan tambahan akan meningkatkan efisiensi waktu urai," tandasnya.

Lebih lanjut, Rizki menjelaskan terkait proses pengolahan limbah pisang menjadi Biokuping. Penguraian Biokuping, kata Rizki, menggunakan bakteri tertentu yang dapat menghasilkan enzim pengurai. Enzim ini berfungsi memecah ikatan zat kimia.

"Bakteri ini juga berfungsi melarutkan fosfat yang terikat dalam mineral tanah menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Juga membantu dekomposisi, dan mengurai residu pestisida di dalam tanah," jelasnya.

Dilansir dari Prasetya Online Universitas Brawijaya, Rizki Septian Candra, salah satu anggota tim penelitian menuturkan, pemilihan kulit pisang sebagai bahan baku karena limbah ini banyak ditemukan di masyarakat, khususnya limbah pisang nangka. Selain Rizki, penelitian ini juga digawangi oleh empat mahasiswa lainnya. Yakni, Himawan Auladana, Sellyan Lorenza Orlanda Putri, Abis Rinaldi dan Neno Retnowati.

"Limbah kulit pisang nangka tersebut kurang dimanfaatkan dengan baik dan kebanyakan dijadikan makanan ternak.

Padahal kulit pisang nangka memiliki kandungan pati yang cocok digunakan untuk pembuatan bioplastik dan tergolong limbah organik sehingga mudah terurai," papar Rizki.

Mencoba sodorkan solusi terkait permasalahan plastik dan limbah pisang yang sangat dekat dengan masyarakat, menjadi dasar pemikiran lahirnya Biokuping ini. Mengingat, plastik merupakan bahan penting yang dimanfaatkan dalam kegiatan industri maupun rumah tangga.

Sayangnya, produk berbahan plastik menyimpan dampak buruk bagi lingkungan, lantaran tidak dapat terdegradasi secara alami. Sementara itu, limbah pisang (kulit pisang) pun sering luput dari perhatian masyarakat. Sebagian besar masyarakat masih membuang sia-sia kulit pisang, tanpa menyadari potensi manfaat yang terkandung di dalamnya.

Berpikir kreatif, peluang ini justru dimanfaatkan oleh sekelompok mahasiswa asal Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Berpartisipasi dalam Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Bidang Penelitian, tim penelitian yang terdiri dari lima orang ini memanfaatkan limbah pisang menjadi plastik yang dinamakan Bioplastik Kulit Pisang (Biokuping).

Siapa tak kenal dengan pisang. Buah dari suku Musaceae ini memang memiliki rasa yang lezat dan menyimpan banyak manfaat bagi kesehatan. Hanya saja, sebagian masyarakat hanya menggunakan daging buah pisang, sehingga kulitnya hanya menjadi limbah belaka.

Plastik Ramah Lingkungan Buatan Dalam Negeri Dipamerkan di Texas | spunbond bags

Produk-produk avani seperti bioplastik bisa larut secara instan dalam air hanya dengan menggunakan air panas. Di dalam air dingin, bioplastik ini akan menjadi lunak dan kemudian berubah menjadi karbondioksida, air dan biomassa dalam hitungan beberapa bulan secara alami.

“Teknologinya mungkin tidak baru, tetapi ada satu keunggulan yang kami banggakan yaitu produk kami sudah lulus toxicity test sehingga aman jika terkonsumsi oleh hewan laut," ungkap Kevin.

Bioplastik sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak 1990, perusahaan di Eropa sudah memroduksi bioplastik dari jagung dan serat bunga matahari. “Namun memroduksi bioplastik dari bahan-bahan in biayanya relatif mahal. Setelah melalui proses riset dan pengembangan yang cukup lama, kami melihat singkong bisa menjadi sumber daya yang baik untuk produk-produk biodegradable ini”, kata Kevin.

Lebih lanjut Kevin mengungkapkan bahwa saat ini banyak produk yang dipasarkan sebagai produk “ramah lingkungan” namun tidak memberikan keuntungan kepada lingkungan.

Kantong plastik yang bisa didaur ulang seringkali menghasilkan residu beracun yang membuatnya berbahaya untuk kehidupan laut dan tanaman. Bahkan produk ini sering tidak terdaur ulang seperti klaim awalnya, yang pada akhirnya menghasilkan kematian bagi ribuan makhluk laut dan berbahaya jika dikonsumsi manusia.

Publikasi di jurnal Science mengungkap bahwa di 2010 saja, dunia menghasilkan plastik sebanyak 12 juta ton. Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua setelah China dengan 1,8 juta ton per tahun. Jika hal ini terus terjadi, bumi jadi planet yang dipenuhi plastik. Kajian Universitas Georgia yang dirilis tahun lalu menemukan bahwa lautan di Indonesia adalah perairan kedua di dunia yang menyimpan sampah plastik terbanyak.

“Bayangkan jika setiap hari tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta menggunakan satu sedotan plastik sepanjang 20 cm dan langsung membuangnya. Sedotan-sedotan ini bila direntangkan bisa mencapai 5.000 kilometer! Setara jarak Jakarta-Sydney”, ungkap Kevin .

Gagasan untuk menciptakan produk-produk biodegradable berawal ketika Kevin melihat perubahan drastis yang terjadi pada pantai-pantai di Bali yang saat ini penuh dengan sampah. Tidak hanya di permukaan, plastik-plastik yang dibuang juga berada di bawah permukaan laut.

“Festival ini menjadi ajang strategis tidak hanya bagi pembangunan reputasi industri kreatif Indonesia namun juga kesempatan bagi kita untuk membangun kesadaran tentang isu-isu global terkini seperti polusi plastik yang sudah menjadi epidemi” ungkap Kevin Kumala, Chief Green Officer Avani dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com.

Avani bersama perusahaan Indonesia lainnya berkesempatan untuk menampilkan karya dan gagasan serta berinteraksi langsung dengan para pelaku industri kreatif negara lain.

Avani, perusahan eco-technology asal Bali, terpilih mewakili Indonesia di festival industri kreatif South by South West (SXSW) yang diadakan di Austin, Texas pada 10-19 Maret 2017.

Luhut Lirik Ide Ubah Sampah Jadi 'Jalan Raya Plastik' | spunbond bags

"Sementara jumlah sampah di Jakarta itu saja hampir 6500 ton per hari. Jadi bisa dibayangkan betapa besarnya biaya yang bisa dihemat dan manfaat yang bisa dirasakan kalau kita bisa daur ulang buat jalan," kata Luhut.

Selain itu, kata Luhut, ia juga ingin mendorong para pemilik usaha pembuat kantong plastik untuk mengganti bahan baku utamanya dengan bahan-bahan ramah lingkungan.

"Kami ingin kantong plastik dengan bahan utama singkong supaya bisa didaur ulang. Atau dengan seaweed (rumput laut), atau palm oil. Kami ingin bangun industrinya, supaya enggak tergantung sama plastik," tambahnya.

"Sekarang 26 ribu kilometer jalanan di India sudah dibuat dari (hasil daur ulang) plastik, dan kita melalui Kementerian PU PR sudah melakukan kerjasama dengan India," ujarnya.

Sebagai estimasi, dibutuhkan 50 ton sampah plastik untuk membangun satu kilometer jalan.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, yang melalui Inpres Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental telah ditunjuk oleh Presiden untuk menjadi Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga menandatangani kontrak kerjasama dengan pemerintah India untuk mewujudkan rencana ini.

Luhut juga mengatakan pihaknya sudah mempelajari cara mendaur ulang sampah plastik menjadi plastic tar road, atau jalan raya plastik, yang diterapkan India.

"Kita semua harus sepakat, setelah ini mulai pilah-pilah sampah untuk pemanfaatan waste to energy. Selain sebagai sumber listrik, sampah plastik ini juga bisa jadi bahan baku jalan (aspal). (Pembuatannya) lebih murah 10 persen, dan itu sudah ada di India," ujar Luhut dalam peringatan Hari Bumi bertajuk "Save Our Sea" yang diselenggarakan di kawasan Pelelangan Ikan Cilincing, Jakarta Utara, pada Sabtu (6/5).

Luhut menyatakan, Indonesia sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia harus bertindak cepat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan. Indonesia disebutnya perlu segera belajar memilah sampah dan mengolahnya jadi sumber energi tepat guna.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan ingin Indonesia mencontoh India dalam pemanfaatan sampah plastik.