Return to site

Aprindo Protes, Beda Penetapan Harga Kantong Plastik Berbagai Daerah

· tas spunbond di jaka

Aprindo banyak mendapat protes dari konsumen | tas spunbond di jakarta

broken image

Aprindo berharap harga kantong plastik di seluruh Indonesia dibuat sama. Pasalnya jika berbeda akan menimbulkan banyak komplain “Jika harganya beda, nanti bisa ribut. Toko kami antar daerah sangat dekat, Apa tidak kacau kalau beda harga antar wilayah perbatasan. Jangan diganggu sistem perdagangan kami,” kata Tutum.

Aprindo masih mencari solusi sebagai pengganti kantong plastik yang murah dan sesuai dengan keinginan konsumen. Dia mengajak semua masyarakat menggalakkan kampanye kantong plastik berbayar ini.

“Kami masih mencari solusi sebagai pengganti (kantong plastik) yang murah dan sesuai dengan konsumen. Yang diperlu dibangun kesadaran masyarakat,” ujar Tutum.

Kita pilih minimal Rp 200. Itu sementara walaupun pilihan kita mungkin belum tepat, kita tidak ingin membebani masyarakat,” kata Tutum.

Bagi Aprindo soal harga kantong plastik sebesar Rp 200 itu sifatnya sementara. Anggota Aprindo hingga kini belum sepakat mengenai harga kantong plastik. Hal itu dikarenakan ukuran kantong plastik bermacam-macam, sehingga diambil harga tengah yakni Rp 200.

Tak semua konsumen keberatan dengan diberlakukannya “Kantong Plastik Berbayar” ada juga yang menganggap wajar konsumen harus membeli kantong plastik.


( Baca : Biofoam, Solusi Kemasan Makanan Ramah Lingkungan )

“Kalau ada konsumen marah, saya minta kasir memberi kantong plastik. Tolong dijelaskan hak kantong plastik dicabut. Kalau mereka mau harus bayar,” katanya.

Ada juga konsumen yang keberatan membayar kantong plastik dengan harga Rp 200 per lembar. Mereka menganggap kantong plastik itu adalah hak mereka. Kepada peritel kami menganjurkan agar petugas kasir memberikan penjelasan kepada konsumen. Namun jika mereka memaksa, kasir diminta untuk memberikan saja.

“Saat ini banyak keluhan di lapangan. Hal ini yang wajar, karena butuh waktu untuk sosialisasi. Ada pertanyaan dari konsumen, kemana uangnya? Nah, uang itu sebagai modal kami lagi. Kantong tidak dibebankan lagi ke kami. Ini sudah menjadi barang terpisah,” kata Tutum.

Kami sangat mendukung pemerintah dalan pengurangan kantong plastik, tapi kalau soal harga urusan sekian. Kita khawatir akan kerusakan lingkungan akibat kantong plastik. Karena selama ini sebagian kantong plastik yang beredar sekitar 25% itu dari ritel modern,” katanya.

Pada masa percobaan ini, Tatum mengakui, pihaknya masih sering mendapatkan komplain dari
konsumen.

Upaya ini dianggap secara perlahan menumbuhkan kesadaran konsumen untuk tidak lagi menggunakan kantong plastik pada saat berbelanja.

Oleh sebab itu, selama masa uji coba, Tutum meminta Pemda tetap memberlakukan ketentuan harga kantong plastik sebesar Rp200 per lembar.

Akibat kesimpangsiuran tersebut, Aprindo mengaku banyak mendapat protes dari konsumen. Pasalnya, menurut dia, banyak konsumen yang merasa dirugikan akibat harus membayar kantong plastik lebih mahal.

“Kami jadi dianggap meraup untung, padahal selama ini tidak. Kami tidak mau implementasi kantong plastik berbayar itu melanggar hak konsumen. Yang selama ini jadi hak konsumen, sekarang bukan jadi hak mereka. Tapi kewajiban mereka untuk jaga lingkungan dengan tidak dapatkan kantong plastik itu,” jelas Tutum.

Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta mengatakan, ketentuan harga kantong plastik berbayar sudah ditetapkan dalam Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk tidak melakukan intervensi terhadap ketentuan harga kantong plastik berbayar.

KANTONG PLASTIK BERBAYAR, BUKAN SOLUSI | tas spunbond di jakarta

Seharusnya pemerintah lebih cermat lagi dalam mengatasi masalah sampah ini, bukan hanya melindungi para pebisnis tetapi bagaimana bisnis bisa berjalan tetapi sampah plastik terkurangi.

Misalnya dengan mencari solusi pengganti kantong plastik sebagai pembungkus makanan atau barang belanjaan dan dibagikan secara gratis, sehingga masyarakat tidak perlu lagi menggunakan kantong plastik dan peritel pun tidak perlu pusing dengan biaya produksi kantong plastik.

Menurut teori Leon Festinger tentang Disonansi Kognitif, orang selalu memiliki sikap yang konservatif terhadap berbagai ide atau hal-hal yang baru dan cenderung menolak adanya perubahan.

Tapi, begitu mereka mulai melihat adanya segi-segi yang positif atau menarik dari hal baru tersebut, maka mereka akan segera menerima atau mendukungnya, serta sekaligus menolak gagasan lama yang semula mereka pertahankan dengan gigih (Jefkins, Yadin, 2003).

Begitupun dengan penggunaan kantong plastik yang sudah menjadi kebiasaan orang dalam membungkus, harus digantikan dengan pembungkus lain yang lebih ramah lingkungan dan dapat digunakan berulang-ulang seperti tas belanja.

Selain mengganti kantong plastik dengan tas belanja, pemerintah juga harus mendukung penuh kegiatan bank sampah sebagai cara mengurangi sampah ditingkat rumah tangga sekaligus sebagai ruang inovasi kreatif masyarakat. Serta mengurangi timbunan sampah di TPA dengan mengubahnya menjadi energi terbarukan.

Menurut saya langkah pemerintah tersebut bukanlah langkah jangka panjang dalam usaha menangani permasalah sampah plastik di negeri ini.

Pasalnya harga Rp. 200 per kantong plastik itu harga yang masih cukup terjangkau bagi konsumen, kalaupun konsumen menolak itu hanyalah sebuah keterkejutan konsumen yang biasanya diberikan kantong plastik gratis sekarang harus bayar dan saya yakin itu tidak akan bertahan lama, tapi perilaku dan pemahaman menggunakan kantong plastik karena praktis tetap saja akan terjadi.

Sehingga bukannya mengurangi sampah plastik di Indonesia, malah mengurangi biaya operasional pengusaha ritel untuk menyediakan kantong plastik karena sudah ditanggung oleh konsumen. Dan sampah plastik masih akan terus menggunung di TPA.

Surat Edaran KLHK tersebut disambut baik semua pihak khususnya Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Aprindo mengusulkan Rp. 200 per kantong plastik dan itu disetujui oleh pemerintah melalui surat edaran Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya LHK nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 yang berisikan akan menguji cobakan dulu kebijakan harga Rp. 200 per kantong plastik selama tiga bulan dimulai dari 21 Februari hingga 5 Juni 2016. Setelah itu harga akan dievaluasi.

Melihat gejolak di masyarakat, seolah pemerintah tergugah dan turut menyerukan gerakan go green.

Salah satunya program yang akan diterapkan di bulan februari ini, mengenai pemberlakuan kantong plastik berbayar. Pemerintah melalui KLHK mengeluarkan surat edaran nomor S.71/MENLHK-II/2015 yang berisi instruksi kepada pemerintah daerah, kabupaten dan kota, produsen, dan pelaku usaha untuk melakukan langkah mengurangi dan menangani permasalahan sampah plastik. Salah satunya dengan menerapkan kantong plastik berbayar.

Sebagai langkah mengurangi beban sampah terutama plastik, beberapa daerah-daerah di Indonesia telah membentuk bank sampah. Bank sampah merupakan inisiasi dari para kelompok peduli lingkungan untuk mengurangi beban sampah yang akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Aktifitas bank sampah ini antara lain mengumpulkan sampah di rumah tangga yang secara langsung sebagai nasabah bank tersebut, kemudian sampah tersebut diolah hingga menghasilkan nominal uang yang menjadi tabungan bagi nasabahnya. Selain itu bank sampah juga menggalakkan kegiatan daur ulang sampah, seperti membuat kerajinan dari sampah non-organik maupun membuat pupuk kompos dari sampah organik.

Selain bank sampah, komunitas-komunitas peduli lingkungan pun mulai menjamur seperti Greeneration, Jakarta Green Monster, Teen’s go green, Jalagayatri, dsb, yang sasarannya adalah anak-anak muda. Komunitas tersebut melakukan berbagai cara agar masyarakat turut membantu dalam menjaga lingkungan sekitar dengan berbagai kegiatan mulai dari advokasi lingkungan, kampanye, hingga aksi bersih-bersih yang melibatkan berbagai kalangan.

Sampah plastik telah menjadi ancaman bagi kelangsungan ekologi global karena materialnya yang tidak ramah lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) mencatat timbunan sampah plastik terus naik 10 tahun terakhir. Sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik dipakai warga Indonesia per tahun, dan hampir 95 persennya jadi sampah. Hasil riset Jenna R. Jambeck, dan kawan-kawan di Universitas Georgia juga mengungkapkan bahwa Indonesia ada di urutan kedua dunia sebagai penyumbang sampah plastik ke laut.

Bioplastik Buatan Avani Jadi Solusi Masalah Plastik Dunia | tas spunbond di jakarta

“Bayangkan jika setiap hari tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta menggunakan satu sedotan plastik sepanjang 20 cm dan langsung membuangnya. Sedotan-sedotan ini bila direntangkan bisa mencapai 5.000 kilometer, atau setara jarak Jakarta-Sydney,” ungkap Kevin.

Publikasi di jurnal Science menyebutkan, pada 2010 saja dunia menghasilkan plastik sebanyak 12 juta ton. Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua setelah China dengan 1,8 juta ton per tahun. Jika hal ini terus terjadi, bumi jadi planet yang dipenuhi plastik. Kajian Universitas Georgia yang dirilis tahun lalu menemukan bahwa lautan di Indonesia adalah perairan kedua di dunia yang menyimpan sampah plastik terbanyak.

Dijelaskan Kevin, gagasan untuk menciptakan produk-produk biodegradable berawal ketika ia melihat perubahan drastis yang terjadi pada pantai-pantai di Bali yang penuh dengan sampah. Tidak hanya di permukaan, plastik-plastik yang dibuang juga berada di bawah permukaan laut.

Hebatnya, produk-produk Avani seperti bioplastik bisa larut secara instan dalam air hanya dengan menggunakan air panas. Di dalam air dingin, bioplastik ini akan menjadi lunak dan kemudian berubah menjadi karbondioksida, air dan biomassa dalam hitungan beberapa bulan secara alami.

Sejatinya, bioplastik bukan hal yang baru. Sejak 1990, perusahaan di Eropa sudah memroduksi bioplastik dari jagung dan serat bunga matahari. “Namun memroduksi bioplastik dari bahan-bahan ini biayanya relatif mahal,” kata Kevin.

Nah, diklaim Kevin, produk bioplastik buatan Avani aman dan tidak beracun. Sebab, produk bioplastik Avani bahannya berasal dari singkong, yang bisa menjadi sumber daya yang baik untuk produk-produk biodegradable. Dan, pastinya, produk itu dihasilkan melalui proses riset dan pengembangan yang cukup lama.

“Teknologinya mungkin tidak baru, tetapi ada satu keunggulan yang kami banggakan yaitu produk kami sudah lulus toxicity test sehingga aman jika terkonsumsi oleh hewan laut,” klaim Kevin bangga.

Menurut Kevin, saat ini banyak produk bioplastik yang dipasarkan sebagai produk “ramah lingkungan” namun tidak memberikan keuntungan kepada lingkungan. Kantong plastik yang bisa didaur ulang seringkali menghasilkan residu beracun yang membuatnya berbahaya untuk kehidupan laut dan tanaman.

“Bahkan produk ini sering tidak terdaur ulang seperti klaim awalnya, yang pada akhirnya menghasilkan kematian bagi ribuan makhluk laut dan berbahaya jika dikonsumsi manusia,” pungkasnya.

Perusahan eco-technology asal Bali, Avani terpilih mewakili Indonesia di festival industri kreatif South by South West (SXSW) yang diadakan di Austin, Texas pada 10-19 Maret 2017. Di sana, Avani menampilkan solusi bagi masalah plastik dunia, yaitu melalui produk biodegradable yang aman.

“Festival ini menjadi ajang strategis, tidak hanya bagi pembangunan reputasi industri kreatif Indonesia, namun juga kesempatan bagi kita untuk membangun kesadaran tentang isu-isu global terkini seperti polusi plastik yang sudah menjadi epidemi,” ujar Kevin Kumala, Chief Green Officer Avani.