Return to site

Yuk Ganti Kantong Plastik dengan Tas Ramah Lingkungan​

Pengganti kantong plastik | tas spunbond

broken image

Beberapa fakta tentang pemakaian kantong plastik yang perlu kita ketahui yaitu sebanyak lebih dari 2 triliun kantong plastik digunakan setiap tahun di seluruh dunia.

Satu kantong plastik membutuhkan waktu untuk diurai sekitar 1000 tahun lamanya. Menyelamatkan bumi dari sampah plastik menjadi tanggung jawab kita semua.

Memakai kantong plastik memang bukan barang haram, namun kepedulian dari semua pihak dalam penggunaan plastik untuk meminimalisir. Hal ini sangat membantu dalam menghambat pemanasan global.

Ketika belanja atau membeli suatu barang biasanya Prelovers ditawarkan menggunakan tas belanja untuk memudahkan Prelovers dalam membawa barang belanjaannya. Tas belanja yang ditawarkan biasanya berbahan bahan kresek atau plastik.

Bahan tas belanja plastik yang memiliki desain yang kurang menarik biasanya hanya dipakai sekali saja dan hal ini membuat sampah plastik setiap harinya berjumlah sangat fantastis.

Kita akui harga tas belanja yang terbuat dari kanvas atau kain akan terlihat lebih mahal dari kantong plastik, akan tetapi, jauh lebih hemat karena dapat digunakan berulang-ulang kali so pasti dapat didaur ulang dan ramah lingkungan.

Menggunakan tas belanja yang ada di sebagian tempat pembelanjaan yang berbahan kanvas atau kain akan membuat Prelovers lebih terlihat modern.

Tas belanja saat ini banyak dimanfaatkan sebagai pengganti kantong plastik ketika belanja. Belanja tentu hal yang sangat menyenangkan, apalagi bagi para wanita, bahkan belanja menjadi kegiatan rutin setiap awal bulan yang pasti setelah uang gajian sampai di atm Prelovers.

Kantong dari Singkong Siap Gantikan Plastik Belanja | tas spunbond

Adapun beberapa pameran yang pernah diikuti adalah Asian Packaging Conference on Green Packaging Revolution di Jakarta yang diselenggarakan oleh Indonesian Packaging Federation (IPF). Program ini bertujuan mengedukasi seluruh perusahaan mengenai kemasan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Kemudian, ada juga pameran internasional “Eco Products” di Tokyo Big Sight, Jepang, yang diselenggarakan Japan Environmental Management Association for Industry (JEMAI). “Komunikasi edukasi kepada masyarakat ditekankan pada proses produksi dan produk akhir serta limbah Enviplast yang dapat melindungi dan menyelamatkan lingkungan dan bumi,” pungkas Herman.

“Tujuan kami membuat produk mirip dari fungsi plastik adalah mengedukasi pasar. Bila tingkat kepedulian konsumen dan permintaan sudah meningkat, pabrik-pabrik pengolahan plastik bisa membeli biji resinnya. Kalau perlu mesin-mesin pengolahannya bisa diperoleh dari kami, sebab ada sedikit perbedaan antara mesin pengolahan plastik biasa dan Enviplast,” jelas dia.

Herman tidak memungkiri bahwasanya tidak mudah meyakinkan perusahaan untuk mau memanfaatkan Enviplast, yang harganya lebih mahal dari harga kantong plastik biasa dan belum dikenal pasar. Jadi, beragam edukasi pun terus dilakukan guna membangun kesadaran konsumen. Salah satunya melalui program public relations ataupun pameran.

“Adanya sanksi ini diharapkan masalah sampah kantong plastik di Indonesia, khususnya di Jakarta, bisa ditekan. Kami optimistis di masa mendatang akan semakin banyak konsumen, baik korporasi maupun individu, yang menggunakan Enviplast. Pabrik kami memiliki kapasitas produksi terpasang sekitar 3.000–5.000 ton per tahun, namun produksi saat ini masih sekitar 2.000 ton per tahun,” terang dia.

Enviplast dapat diaplikasikan sebagai bahan yang mirip dari fungsi plastik, seperti kantong belanja, kantong binatu, celemek masak, hingga pembungkus peralatan elektronik, pembungkus suku cadang dan aksesori otomotif, dengan menyasar pasar B2B. Namun, target utama dari Aneka Lestari Kimia bukanlah menjual produk tersebut, melainkan memproduksi dan menjual bahan baku atau biji resinnya.

Kondisi tersebut tak membuat Herman patah arang. Ia lebih optimistis bahwa Enviplast akan diterima konsumen karena dalam beberapa tahun ke depan harganya akan setara dengan kantong plastik, lantaran minyak bumi semakin langka dan sulit didapat. Apalagi Enviplast memang diproyeksikan sebagai jawaban atas permasalahan harga bahan baku plastik dari minyak bumi yang cenderung naik dan semakin mahal.

Faktor lain yang diprediksi membuat permintaan melonjak adalah adanya pengesahan Peraturan Pemda DKI Jakarta No.3/2013 mengenai pengelolaan sampah. Perda ini mencakup denda Rp5 juta–Rp25 juta bagi pengelola pusat perbelanjaan yang tidak menggunakan kantong belanja ramah lingkungan.

Berkaitan dengan sampah plastik, belum banyak orang yang sadar ataupun peduli akan dampak buruk yang ditimbulkan bagi lingkungan. Padahal sebagian besar sampah kantong plastik berasal dari kegiatan jual-beli masyarakat.

Enviplast sebetulnya bukan inovasi baru bagi Aneka Lestari Kimia. Pasalnya, penelitian dan pengembangan produk bio-degradable ini sudah dimulai sejak tahun 2006 dan diperkenalkan pertama kali pada tahun 2011 dalam bentuk kantong sampah ramah lingkungan di Sea Games, Palembang. Sayangnya konsumen kurang responsif terhadap produk ini.

Harga produksi yang mencapai dua kali lipat dari biaya produksi plastik menjadi salah satu alasan Enviplast belum sepenuhnya diterima di pasaran sampai saat ini. Padahal produk ini merupakan satu-satunya di dunia, dan mampu menjadi ikon produk Indonesia di dunia bila permintaannya meningkat dan mampu merangsek pasar global.

Bahan utamanya terbuat dari bahan-bahan alami yang dapat diperbarui, seperti tepung singkong (pati) dan turunan minyak nabati. Hal ini menjadikan Enviplast ramah lingkungan, aman bagi pertumbuhan tanaman, dan tidak berbahaya bagi hewan, baik di daratan maupun di dalam air. “Kandungan bahan alami sekitar 40% tepung singkong, turunan minyak nabati plus bahan alami lainnya. Tapi, akan terus ditingkatkan hingga mencapai 60%,” kata Herman Moeliana, Director PT Inter Aneka Lestari Kimia.

Enviplast tampak seperti plastik, tetapi sama sekali bukan plastik. Jadi, meski bisa terdegradasi dalam waktu singkat dari 3 hingga 6 bulan—dibandingkan dengan plastik dari bahan baku berbasis minyak bumi yang membutuhkan waktu hingga ratusan tahun—dalam urusan kekuatan kapasitas beban, Enviplast tidak kalah dengan kekuatan plastik pada umumnya.

Berdasarkan data yang dirilis Yahoo!News, Indonesia tercatat menghasilkan lebih dari 100 miliar kantong plastik setiap tahun. Jumlah ini sama dengan 12 juta barel minyak bumi, atau setara dengan nilai Rp11 triliun. Sampah kantong plastik menghabiskan waktu hingga ratusan tahun untuk dapat terurai dan telah membunuh hingga lebih dari 1 juta hewan laut per tahunnya.

Melihat kenyataan ini, Inter Aneka Lestari Kimia—selaku produsen Aquaproof, sekaligus produsen plastik masterbatch dan compound untuk keperluan industri pengolahan plastik—mencoba menawarkan terobosan baru. Perusahaan ini merilis produk bio-degradable, yakni kantong berbahan alami yang dapat diperbarui, pengganti kantong plastik yang berbasis minyak bumi, seperti polyethylene (PE) dan polypropylene (PP). Produk ini diberi merek “Enviplast”.

Aktivis Lingkungan Hidup Serukan Indonesia Diet Kantong Plastik | tas spunbond

Alasan warga tidak membawa tas belanja tersebut, 63 persen karena lupa dan 15 persen lainnya karena malas. Berdasarkan riset GI di tahun yang sama, setiap orang selama setahun menghasilkan sampah 700 kantong plastik.

Sampai saat ini ada lima kota di dunia yang telah melarang penggunaan kantong plastik: Dhaka di Bangladesh (mulai 2002); Oyster Bay, Australia (2004); San Francisco pada 2007, menjadikannya kota pertama di AS yang melarang penggunaan kantong plastik; Mexico City (2010); dan Los Angeles (Mei 2012).

Dalam sebuah risetnya di ibukota, Greeneration Indonesia (GI) pada 2009 menyebutkan, sebanyak 73 persen masyarakat telah memiliki tas yang dapat digunakan berulang kali sebagai pengganti kantong plastik, namun 79 persen dari mereka tidak membawanya pada saat berbelanja.

Diet kantong plastik menganjurkan pada setiap orang untuk membawa tas belanja sendiri. Harapan dari aksi lanjutan para aktivis ini, terciptanya perilaku bijak dalam menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) agar jumlah sampah plastik yang dihasilkan dapat berkurang secara signifikan.

Kampanye ini diinisiasi beberapa organisasi lingkungan, antara lain Green Student Movement – WALHI Jakarta, Eksekutif Nasional WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Komunitas Earth Hour Indonesia di dukung perusahaan swasta dan Komunitas Pers Kampus, Universitas Trisakti Jakarta.

Kampanye diet kantung plastik, pernah dipopulerkan dalam Aksi “HEADBAG Mob” di Jakarta, dirintis oleh kaum muda pegiat lingkungan Greenaration Indonesia (Generasi Hijau Indonesia) pada awal 2010. Namun baru pada Mei 2012 lalu, gerakan massal skala nasional kembali digiatkan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Sumatera, Jawa dan Bali.

Sebuah survei baru-baru ini yang dipublikasikan oleh jaringan organisasi lingkungan menyebutkan, setiap orang yang tinggal di Jakarta rata-rata menghasilkan sampah 0,8 kilogram per hari. Dengan jumlah penduduk hampir sembilan juta jiwa, maka jumlah sampah DKI mencapai sekitar tujuh juta ton per hari, dan sebagian besar sampah tersebut berbahan plastik.

Sejak ditemukannya bahan baku plastik (poliolefin atau polivinil klorida) pada abad 19, penggunaan plastik sebagai bahan pendukung aktivitas manusia secara terus menerus dikembangkan. Penggunaan plastik mewarnai hampir di setiap lini kehidupan, mulai dari bahan pendukung komponen alat berat seperti kendaraan, hingga material sederhana seperti kantong plastik.

“Cara-cara ramah lingkungan sekecil apapun akan bermanfaat buat Indonesia. Kalau tidak kita mulai dari sekarang, kita tingkatkan kepedulian terhadap lingkungan , Indonesia makin hancur,” ujar karyawan swasta tersebut.

Beberapa warga menyatakan ikut serta terlibat aktif dalam kampanye Diet Kantong Plastik di Jakarta. Sukma Ibrahim, 33, mengatakan ia selalu membawa tas khusus dari rumah jika berbelanja supaya tidak menggunakan kantong plastik.

“Problem sampah dan limbah, (termasuk) pencemaran teluk Jakarta misalnya. Masalah yang paling utama adalah bagaimana mengubah pola pikir dan perilaku warga agar lebih ramah lingkungan,” kata Fauzi.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengakui bahwa masalah pencemaran akibat sampah dan limbah perkotaan menjadi pekerjaan yang mesti ditangani serius pemerintahannya.

“Diet kantong plastik ini membuktikan siapapun bisa jadi penyelamat lingkungan, bisa dimulai dari kehidupannya sehari-hari. Warga sudah dapat berkontribusi bagi lingkungan lewat tiga hal, yakni (mengurangi) penggunaan jumlah kantong plastik , hemat kertas dan hemat listrik,” ujarnya.

Ia menambahkan, Greenpeace Filipina dan Thailand juga telah memulai kegiatan serupa, yaitu pengurangan kantong plastik, bahan kertas dan penghematan energi (listrik) di negaranya masing-masing.

“Plastik adalah bahan yang sekali diproduksi sangat sulit terurai, dan tentu saja itu berdampak buruk buat lingkungan. Harus diakui masyarakat kita sekarang penggunaannya sangat berlebihan,” ujar Hikmat.

“Dampaknya secara luas belum terlihat, namun antusiasme kaum muda terutama cukup tinggi. Tidak hanya di DKI Jakarta, tapi juga sampai ke Aceh. Ini memang penting dan harus terus diteriakkan,” kata Hikmat di Jakarta, Rabu (20/6).

Juru bicara Greenpeace Indonesia, Hikmat Soeriatanuwijaya, menyatakan bahwa kampanye nasional yang dimulai akhir Mei lalu baru menghimpun sekitar 150 sukarelawan di Aceh dan kurang dari 1.000 orang di Jakarta dan sekitarnya.

Para aktivis mengatakan kampanye tersebut bertujuan mengajak masyarakat lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik, sehingga mengurangi sampah plastik yang berdampak buruk bagi lingkungan hidup.

Aceh, DKI Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa menjadi inisiator kunci pelaksanaan kampanye “Diet Kantong Plastik” di Indonesia, yang digagas sejumlah organisasi lingkungan dan kepemudaan di tanah air baru-baru ini.